Senin, 07 September 2009

Nostalgia KKN

Hari itu, 30 Agustus 2009, berakhirlah sudah masa KKN kami di dusun Tubin, desa Sidorejo, Kecamatan Lendah, Kulon Progo. Dengan diiringi tangis haru dari bu dukuh, warga, dan anak-anak TPA, kami pulang kembali ke kampus biru. Beberapa dari kami pun tak kuasa menahan tangis karena harus berpisah dengan masyarakat yang selama 2 bulan sudah menjadi keluarga kami, dan kami harap untuk selamanya tetap menjadi keluarga.

Begitu banyak kenangan tak terlupakan di dusun Tubin ini. Betapa banyak pelajaran dan pengalaman berharga yang kita petik selama KKN. Hal itu membuat kami sadar bahwa ternyata kami masih “kecil”, dan tak ada yang patut disombongkan atau dibanggakan. Selama 2 bulan, ternyata bukan kita yang mengajari masyarakat, tapi justru kita banyak belajar dari masyarakat baik secara langsung ataupun tak langsung. Banyak teori yang selama ini didapatkan di bangku kuliah ternyata mentah ketika diterapkan di masyarakat. Kita semakin sadar bahwa hidup bermasyarakat dan menjadi masyarakat yang baik memang tidak mudah.

Alhamdulillah, aku bisa KKN di dusun ini. Walaupun kehidupan dusunnya masih terpencil dan sederhana, kami cukup bahagia di sini. Selama 2 bulan tinggal di tempat Pak Dukuh dan Bu Dukuh, kami sudah dianggap layaknya anak sendiri karena putra beliau semua pergi merantau. Jadi kalau tidak ada KKN, rumah sangat sepi. Kalau boleh menyarankan, KKN memang baiknya di dusun terpencil kaya gini. Selain benar-benar bisa ngasih kontribusi buat kesejahteraan masyarakat, feel KKN juga dapet. Lain halnya dengan teman-teman yang KKN di kota, yang bisa tiap hari mampir pulang. Rasa gotong royong warga di daerah kota juga mulai berkurang sehingga lebih sulit digerakkan.

Satu filosofi menarik yang kukagumi dari warga dusun Tubin ini, “Bahwa rumah yang aman dan tenteram bukanlah rumah yang dibentengi oleh tembok tebal dan tinggi, melainkan dibentengi oleh tetangga-tetanggamu yang siap membantu di setiap keadaan. Jadi kenalilah dan jaga hubungan baik dengan tetanggamu”. Sepertinya warga dusun Tubin ini memahami betul perintah Rasulullah untuk mengenal dan menjaga silaturahmi dengan minimal 4o tetangga di depan rumah, 40 tetangga samping kanan rumah, 40 tetangga samping kiri rumah, dan 40 tetangga di belakang rumah. Dibuktikan dengan warga yang saling kenal 1 dusun sampai keluarga dan anak-anaknya, bahkan tetangga di dusun sebelah.

Beberapa fenomena lain yang mebuatku geleng2 kepala antara lain :

1. Budaya gotong royong yang luar biasa kuat. Bahkan gotong royong dilakukan di malam hari(kaya cerita mbangun candi roro jonggrang) setelah mereka seharian bekerja. Misal saat ada program pembuatan MCK dan tempat wudhu masjid, warga berduyun duyun dating membantu. Alhasil, MCK dan tempat wudhu yang keren selesai hanya dalam beberapa malam. Tiap minggu juga ada kerja bakti bikin jalan dusun dengan babad alas bamboo dan pepohonan. Kami harus sangat berhati2 ketika memotong pohon karena kawat listrik melintang di pepohonan. Maklum tiang listrik baru ada di tempat pak dukuh. Listrik pun disalurka lewat kabel2 tembaga yang disangkutkan di pepohonan. 1 Meteran/KwH Meter bias untuk beberapa keluarga.

2. Sifat rajin dan kerja keras dari warga. Banyak warga yang sejak subuh bersepeda puluhan kilo dari Kulon Progo ke Bantul hanya untuk mencari rumput gajah untuk makan sapi mereka. Mereka baru pulang di sore hari, itu pun kadang hasilnya sedikit. Tak cuma bapak-bapaknya yang mencari rumput, ibu-ibunya juga.

3. Keinginan beribadah yang begitu kuat. Hampir tiap malam ada pengajian, gantian mulai dari RT 33 sampai 38. Ada pengajian bapak2, ada pula pengajian ibu2. Kadang tahlilan baca Lailahaillallah sebanyak 70 ribu kali. Anak KKN pun terkantuk2 bacanya.

4. Penduduk yang tinggal di dusun ini rata-rata orang tua. Para pemuda biasanya pergi merantau setelah tamat SMA atau SMK. Kasihan, ada beberapa orang tua yang ditinggal sendirian di rumah oleh anak-anaknya, padahal usianya sudah di atas 80 tahun. Pernnah kujumpai ketika naik di perbukitan seorang nenek2 yang tinggal sendirian tanpa didampingi anak-anaknya. Nenek ini sudah sakit2an dan sepuh sekali. Untung masih ada tetangga yang berbelas kasihan memberi makan. Hatiku trenyuh sekali waktu itu.

5. Anak-anak yang bersemangat sekali pagi2 berangkat sekolah walaupun harus turun gunung berjalan kaki. Tiap kali lewat di depan rumah pak Dukuh mereka selalu menyapa ramah, “Mas Fauziii….”

Masih banyak fenomena lain yang memberikan inspirasi buatku, lebih banyak inspirasi dan pelajaran yang didapat di sini dibandingkan di kampus. Banyak pula momen-momen yang susah dilupakan.

1.

1. Akan selalu saya rindukan, suasana saat duduk ber-8 di ruang tengah Pak Dukuh Tubin.

2. Akan selalu saya rindukan canda tawa dari seorang Dwi Joko Suroso.

3. Akan selalu saya ingat tingkah laku autis dan kekanak-kanakan Galih Widayanto.

4. Akan selalu terekam dalam memori bahwa saya berulang kali harus menunggu Mochtarom menata rambutnya ketika hendak ke masjid.

5. Akan selalu saya rindukan sambal buatan Evi yang sering menemani makanan anak-anak KKN Tubin, juga masakan Evi yang lain yang selalu enak..

6. Kangen juga Kentang Balado, Puding, dan masakan asin buatan Karina..

7. Teringat saat Iin si sekretaris umum harus ngetik surat dan bikin laporan banyak buanget sampai malam..

8. Teringat saat tiap pagi kami sering dibuatin susu hangat sama Yuli..

9. Akan menjadi pelajaran berharga, setiap aku disuruh kultum sama Pak Dukuh tiap habis Subuh berjamaah..

10. Gak bakalan lupa rasanya dag dig dug kultum sebelum teraweh di depan jamaah masjid Baiturrahman yang jumlahnya 100 lebih, dengan bahasa campuran Indo-jawa yang aneh, digeguyu warga aku..

11. Selalu terbayang lezatnya tempe khas benguk khas Tubin yang selalu kita temui setiap kali pengajian di rumah warga..

12. Gak bakalan lupa saat-saat mengajar TPA dan bimbel di Masjid Baiturrahman, di mana saat TPA selesai anak-anak rebutan minta salaman.. udah kaya artis aja anak-anak KKNnya.

13. Gak bakal lupa dengan si Atin, gadis kecil kelas 5 SD yang sering mengintai dan mengamati setiap gerak-gerik kami dari rumahnya.

14. Gak bakal lupa dengan anak-anak nakal TPA yang selalu minta gendong, banyak yang nangis pula…

15. Tak terlupakan, terjalnya jalan-jalan di Tubin, especially RT 37 dan 38.. Ngrusakke motor pokokmen..

16. Nggak bakalan lupa, sapaan dari anak-anak SD Tubin setiap kali kita lewat, entah pas jam pelajaran atau pas istirahat..(kurang guru kayaknya)

17. Tak terbayangkan sedihnya setiap kali maen lomba voli 17-an kita dibantai langsung 3 set tanpa memenangkan satu kali pun.

18. Sedih juga harus menyembelih enthok hasil perjuangan kita di Final Lomba Sepakbola dusun Tubin..

19. Gak bakal lupa sama Form K1, K2, dan K3 dari LPPM yang bikin mabok ngisinya.

20. Akan terkenang masa-masa saat kita kerja rodi bikin jalan setapak dan harus nebangin bambu liar.

21. Mesti inget terror dari mbah Tawilah yang tiap malam teriak-teriak : “ Kowe sopo..? Anake Sopo?.. Seko Ngendi?.. sambil terkadang memegang arit/sabit.. Hii.. Semoga lekas diberi kesembuhan oleh Allah SWT dan anak-anaknya diberikan petunjuk untuk pulang kampong dan merawat beliau.. Kasihan kalo stress sering begitu..

22. Teringat pas teraweh di masjid An Nuur RT 38 yang imamnya simbah-simbah dan bacaannya bikin Galih ketawa pas sholat.. Astaghfirullah..

Terlalu banyak yang bisa dikenang.. Terlalu sulit untuk dilupakan….